Kamis, 05 April 2012

Belajar Membatik di Solo

Batik merupakan produk asli Indonesia yang telah diakui sebagai warisan Dunia. Batik mempunyai  berbagai macam corak dan ragam. Namun di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, Batik terbagi menjadi Batik Pesisiran dan Batik Pedalaman. Batik pesisiran berkembang di kawasan pantura, seperti : Lasem, Pekalongan dan Cirebon, sementara Batik pedalaman berkembang di Solo dan Jogja.

Dalam selembar batik ada tiga unsur yang bisa menjadi pembeda antara satu batik dengan batik lainnya, yaitu jenis latar dan isen, jenis motif , dan warna.
Selama ini sering kita  menyebut bahwa corak batik terbagi dua jenis sesuai lokasi batik itu dibuat , yaitu Batik Pesisir dan Batik Pedalaman. Batik Pesisir memiliki corak-corak natural ( fauna, flora, manusia), warna-warna terang, dan sering memiliki hiasan tumpal di bagian tengah. Batik Pedalaman Yogya – Solo bermotif simbolik : geometrik, serta corak-corak yang yang memiliki makna tertentu. Berwarna hitam, coklat, biru atau putih. Pendapat itu tentu didasari pengertian bahwa kebudayaan Jawa secara umum memang  terbagi atas budaya Pesisir dan budaya Keraton , yang masing-masing memiliki ciri atau identitas sendiri. Jika motif batik keraton diperkirakan sudah digunakan sejak abad X, motif pesisir muncul dan berkembang di Jaw sekitar 5 abad kemudian. Selanjutnya motif-motif  itu digunakan dan dibuat oleh masyarakatnya masing-masing, hingga pada suatu saat motif-motif itu saling berinteraksi dan saling beradaptasi.
Akan tetapi kita juga harus mengingat bahwa daerah pedalaman juga memiliki masyarakat yang hidup di luar keraton, yang secara geografis keletakannya jauh dari keraton. Masyarakat ini tentunya memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan komunitas keraton, yang sarat dengan aturan dan simbol, tapi juga berbeda dengan masyarakat Pesisir. Mengingat batik adalah jenis pakaian yang digunakan oleh orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari, tentu kegiatan membatik juga dilakukan oleh masyarakat pedalaman ‘nonkeraton’ itu ( Sebelum batik menjadi komoditi dagang, orang harus membuat sendiri batik yang akan dipakainya) .Motif apa yang mereka buat, dan pola pikir apa yang mendasari mereka mencipta motif batiknya? .Dari temuan  batik-batik lama yang berasal dari daerah nonpesisir seperti Banyumas, Sokaraja, Kebumen, Banjarnegara, Wonogiri dan mungkin daerah-daerah lain, terlihat bahwa mereka mengadopsi corak dan warna  dari Pesisir dan Keraton. Bahkan sering dua jenis motif itu dipadukan dalam selembar kain, misalnya motif geometrik menjadi dasar dari motif natural, sehingga muncul motif-motif misalnya, bunga di atas motif kawung, atau burung di atas motif tluntum atau parang. Warna-warna cerah juga sering  muncul dibarengi dengan warna sogan keraton. Selain itu, alam lingkungan tampaknya sangat mempengaruhi corak batik mereka, sehingga muncul motif jenis-jenis daun yang kemungkinan merupakan tanaman yang banyak tumbuh di derah mereka. Penamaan dan motif batik sering menggunakan nama jenis tumbuhan yang memiliki peran dalam kehidupan, misalnya beras, kedelai, kunyit, daun ubi, biji melinjo, bambu, salak, mangga, dsb. Kelihatannya tanaman yang sangat berkaitan dengan pangan menjadi motif favorit mereka.

Nah, untuk mengetahui dan mengenal lebih dekat, bagaimana proses membuat batik itu sendiri, silahkan anda datang ke Solo. Di Kota Solo, anda akan menjumpai tidak hanya Batik Indonesia, tapi juga batik dari seluruh Dunia. Koleksi tersebut tersimpan dengan sangat rapi dan indah di Museum Batik Wuryoningratan.
Tidak hanya itu, anda akan melihat bagaimana kehidupan sebuah kampung yang mendedikasikan dirinya sebagai Kampung Batik. Ya, hampir seluruh penduduk dikampung ini bergelut dengan batik. Yang tak kalah seru, anda akan diajari secara langsung membuat batik, mulai dari membuat pola di kain, kemudian membatik, mencelup, memberi warna, hingga menjadi sebuah produk batik yang kita  gunakan selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar